Dangerous Goods Declaration (DGD) : Memahami Setiap Kolomnya di Kargo Udara

1. Pendahuluan: Pentingnya DGD dalam Pengiriman DG Udara

Dangerous Goods Declaration (DGD) berfungsi sebagai kontrak pengangkutan, instruksi penanganan, dan dokumen kepabeanan untuk semua muatan berbahaya dalam pengiriman kargo udara. Tanpa DGD yang benar, kargo dapat tertahan di bea cukai, ground handling dihentikan, atau bahkan terjadi kecelakaan berisiko tinggi. DGD memastikan setiap pihak—shipper, forwarder, airline, hingga petugas bea cukai—memiliki informasi lengkap tentang sifat, risiko, dan prosedur penanganan DG.

2. Dasar Regulasi DG: IATA DGR dan ICAO TI

  • IATA Dangerous Goods Regulations (DGR): Standar global yang merinci klasifikasi DG, persyaratan kemasan, labeling, dan DGD format.

  • ICAO Technical Instructions (TI): Instruksi teknis yang diadopsi negara-negara anggota tentang transportasi udara DG.

  • Regulasi Nasional: Di Indonesia, Peraturan Dirjen Perhubungan Udara mensyaratkan DGD untuk setiap AWB yang memuat DG.

3. Struktur Dokumen DGD: Overview Format

Form DGD standar IATA terdiri dari 9 kolom utama dan beberapa lampiran wajib:

  1. Shipper & Consignee

  2. Airport of Departure & Destination

  3. Flight/Voyage/Date

  4. Shipper’s Reference & Page Number

  5. DG Class, UN Number, Proper Shipping Name

  6. Packing Group & Subsidiary Risks

  7. Quantity & Type of Packaging

  8. Emergency Contact & Response Information

  9. Shipper’s Declaration Statement

Lampiran: MSDS, packing list, dan copies label DG.

4. Kolom 1: Nama dan Alamat Shipper

Kolom pertama mencantumkan identitas lengkap pengirim:

  • Nama perusahaan, alamat lengkap, nomor telepon & email.

  • Harus sama persis dengan data AWB dan CI/PL.

  • Jika DG produksi lintas negara, sertakan nomor export license.

5. Kolom 2: Nama dan Alamat Consignee

Kolom ini memuat informasi penerima:

  • Nama, alamat lengkap, dan contact person.

  • Nomor telepon darurat harus aktif 24/7.

  • Penting untuk koordinasi darurat saat pengiriman DG sampai.

6. Kolom 3: Airport of Departure dan Destination

Tuliskan kode IATA bandara:

  • Format: XXX–YYY (misal CGK–SIN).

  • Jika melalui hub transshipment: tambahkan transit points, misal CGK–KUL–SIN.

7. Kolom 4: Shipper’s Reference dan Page Number

  • Shipper’s Reference: Nomor internal untuk tracking dokumen.

  • Page Number: Penting ketika DGD lebih dari satu halaman, misal 1 of 3.

8. Kolom 5: Transport Details (Flight/Vessel/Date)

Isi dengan nomor flight, tanggal, dan waktu ETD/ETA:

  • Untuk multimoda, cantumkan legs darat/laut, misal TRK–CGK, CGK–SIN.

  • Pastikan jadwal sesuai booking AWB.

9. Kolom 6: DG Class, UN Number, Proper Shipping Name

  • DG Class: 1–9 sesuai klasifikasi IATA.

  • UN Number: Empat digit, misal UN 3481 untuk baterai lithium ion.

  • Proper Shipping Name: Harus sesuai daftar resmi, kapitalisasi tepat.

10. Kolom 7: Packing Group dan Subsidiary Risks

  • Packing Group (I, II, III): Menunjukkan level bahaya (I = tinggi).

  • Subsidiary Risks: Jika DG memiliki risiko sekunder, misal flammable + toxic.

11. Kolom 8: Quantity and Type of Packaging

  • Quantity: Net quantity per pack dan total.

  • Packaging Type: Kode kemasan, misal “PG II, drums steel UN1A1”.

12. Kolom 9: Emergency Contact dan Response Information

  • Nomor telepon darurat (shipper) dan referensi MSDS.

  • Instruksi penanganan tumpahan dan first aid.

13. Packing Instructions dan Shipper’s Declaration Statement

  • Cantumkan Packing Instruction (PI) IATA, misal PI 967.

  • Surat pernyataan shipper (“I hereby declare...”) dengan tanda tangan terverifikasi.

14. Persyaratan Attachments: MSDS, Packing List, dan Label

  • MSDS: Data safety kimia sesuai entry DG.

  • Packing List: Mengikat dimensi dan beban aktual.

  • Label DG: Sesuai kode kelas ditempel pada setiap kemasan.

15. Proses Verifikasi DGD oleh Freight Forwarder

  1. Cek kesesuaian kolom dengan CI/PL dan AWB.

  2. Validasi kode DG, UN number, PI, dan PG.

  3. Pastikan MSDS terlampir dan label benar.

  4. Tanda tangan DG specialist sebelum AWB issuance.

16. Studi Kasus: Kesalahan UN Number yang Berakibat Ground Delay

Kasus perusahaan XYZ: salah mencantumkan UN 1950 (aerosol) sebagai UN 1863 (resin). Kargo tertahan 48 jam dan denda USD 10.000.

17. Best Practices dalam Penyusunan DGD

  • Gunakan template baku dengan field wajib.

  • Terapkan dual‑check oleh DG specialist.

  • Integrasikan dengan TMS untuk auto-validate.

18. Kesimpulan dan Rekomendasi Praktis

  1. Standarisasi proses DGD dengan SOP tertulis.

  2. Adopsi e‑DGD untuk mengurangi error manual.

  3. Gelar pelatihan triwulanan bagi shipper & forwarder.

  4. Lakukan audit internal minimal setahun sekali.

Siap mengirimkan kargo udara Anda? Kirimkan melalui Hasta Buana Raya untuk solusi logistik yang andal dan aman!
👉 Hubungi 📱 +62-822-5840-1230 (WhatsApp/Telepon) untuk informasi lebih lanjut dan solusi pengiriman terbaik!

Digital Marketing

Senin, 28 Juli 2025 10:00 WIB